Madre by Dee



Kali ini aku akan mengulas sebuah buku karangan Dewi Lestari, atau biasa dipanggil Dee. Aku tidak bisa mengingat apakah sebelumnya aku pernah membaca buku hasil karyanya, atau apa saja judul bukunya. Aku hanya sering mendengar namanya, tanpa ada rasa ingin ikut membaca. Mungkin karena aku lebih suka cerita fiksi berbau petualangan.

Usai bercerita panjang lebar dengan temanku mengenai masalah yang tidak begitu penting, aku dibekali 2 buah buku yang menurutnya bagus untuk mengalihkan pikiranku dari masalah tersebut. Madre dan Partikel.

Sempat bermalah semalam tanpa kusentuh sama sekali, karna pulang dari rumahnya aku tertidur pulas dikarenakan malam sebelumnya aku tidak bisa memejamkan mata dengan tenang. Di sore hari saat senggang ku paksa diriku untuk tertarik membaca salah satu buku tersebut. Madre, buku yang kupilih untuk kubaca, mungkin karna ia lebih tipis dari Partikel.

Madre merupakah buku Kumpulan cerita, terdiri dari 13 karya fiksi dan prosa pendek. Aku belum selesai membaca seluruh isi buku ini. Tapi aku sudah selesai membaca Madre, salah satu judul cerita yang mendominasi isi buku.

Saat mulai membaca, tak sekalipun aku menutup buku untuk melakukan kegiatan lainnya jika belum menuntaskan bagian cerita ini. aku sudah penasaran dengan cerita selanjutnya dari awal mulai membaca, semakin aku membaca lebih jauh semakin membuatku penasaran. Ternyata Dee sangat pintar membuat pembacanya terbawa dalam alur cerita. Tidak heran buku hasil karyanya selalu menjadi bestseller dan sering mendapatkan penghargaan karya sastra. Jempol deh buat Dee. Tapi kenapa baru sekarang aku menyadarinya?

Back to the topic. Madre. Madre dalam cerita merupakan adonan biang yang dikulturkan oleh seorang wanita dan berusia 70 tahun. Hasil perkawinan antara air, tepung, dan fungi bernama Sccharomyses exiguus untuk membuat roti yang enak. Madre diwariskan kepada seorang laki-laki yang kerja ‘serabutan’ di Bali bernama Tansen. Hidup sebebas yang dia mau, dan rajin menulis di blognya setiap minggu.  Tansen mendapatkan warisan dari pria yang wafat diusianya yang ke 93 tahun, laki-laki tionghoa yang ternyata adalah kakek kandungnya. Dan wanita yang menciptakan Madre adalah nenek kandungnya. Bingung dengan apa yang dia dapatkan saat itu, Tansen menuliskannya didalam blognya.

“apa rasanya sejarah hidup kita berubah dalam sehari? Darah saya mendadak seperempat Tionhoa, nenek saya ternyata tukang roti, dan dia, bersama kakek yang tidak saya kenal, mewariskan anggota keluarga yang tidak pernah saya tahu : Madre”

Madre sudah seperti anggota keluarga bagi pegawai yang pernah bekerja di toko Roti milik kakek Tansen, Tan de Bakery. Toko roti tersebut sempat berjaya dimasanya, tapi sudah mati suri 5 tahun terakhir. Roti yang dihasilkan dari biang Madre rasanya sangat enak, dan lain daripada roti pada umumnya. Dibantu oleh kakek yang juga merupakan pegawai di Tan de Bakery, Tansen belajar membuat roti. Biasanya orang yang mencoba membuat roti dari biang Madre perlu mencoba berkali-kali hingga hasil rotinya jadi. Tapi tidak untuk Tansen, percobaan pertamanya menghasilkan roti yang sempurna.

Roti pertama Tansen di beli oleh Mei, wanita Tionghoa penggemar blog Tansen yang juga mencintai roti dan memiliki toko roti yang cukup besar dan memiliki cabang dibeberapa kota. Roti yang sebenarnya tidak dijual tapi rela dibeli dengan harga 10 kali lipat karena Mei penasaran dengan biangnya.

Ternyata Mei merupakan pelanggan tetap Tan de Bakery saat ia masih kecil, dan ia sangat menyukai roti dari biang tersebut. Mei bahkan menawarkan untuk membeli Madre dengan harga yang tinggi. Tansen yang tidak memiliki ketertarikan terhadap roti menerima tawaran Mei. Tetapi ternyata keputusan itu membuat sedih kakek tua yang selama ini menjaga Madre, bukan hanya dia, tetapi juga pegawai lainnya, yang usianya bisa dibilang jompo. Tansen sebenarnya sudah sangat ingin kembali ke Bali, dia bahkan telah menghanguskan tiket kepulangannya ke Bali dikarenakan harta Warisannya itu. Melihat betapa berharganya Madre bagi orangtua2 itu, Tansen membatalkan penawaran Mei dan membuat penawaran baru, yaitu dia dan kakek-nenek pegawai Tan de Bakery yang akan membuat roti memenuhi permintaan pelanggan Mei. Tidak hanya pandai membuat roti, ternyata Tansen juga pandai mengelola toko roti itu. Hingga akhirnya toko roti itu berganti nama menjadi Tansen de Bakery.

Dee tidak menyebutkan bagaimana akhir dari perjalanan Tansen, apakah happy ending atau sad ending.

Menurutku Tansen mengambil keputusan yang tepat. Keluar dari comfort zone-nya di Bali dan tidak menjual Madre kepada Mei. Dari Madre Tansen mendapatkan apa yang tidak ia miliki sebelumnya. Keluarga, materi, dan cinta.


Komentar

Postingan Populer